BAKU || AKSES9– 13 November 2014 – PT PLN (Persero) memperkuat komitmennya dalam mendukung visi swasembada energi melalui penggunaan energi bersih. Dalam rangkaian Conference of the Parties (COP29) di Baku, Azerbaijan, perseroan mempresentasikan berbagai inisiatif pendanaan hijau guna mendukung proyek transisi energi di Indonesia.
Utusan Khusus Presiden untuk Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral, Mari Elka Pangestu, menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah menginisiasi Global Blended Finance Alliance (GBFA) untuk mendorong kolaborasi antarnegara berkembang dalam pembiayaan transisi energi. Sejak diluncurkan pada KTT G20, GBFA telah melibatkan beberapa negara, termasuk Prancis, Kanada, dan Kenya.
“Tujuan utama GBFA adalah mendukung pembiayaan untuk aksi iklim dan pencapaian SDGs. Hanya untuk aksi iklim, kebutuhan pembiayaan mencapai USD 1-2 triliun. Bila ditambahkan dengan target SDGs, nilainya melonjak hingga USD 6 triliun,” ujar Mari dalam diskusi di Indonesian Pavilion, bertajuk Fostering and Enabling Innovative Climate Finance Mechanism, pada COP29, Selasa (12/11).
Menurut Mari, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, perlu merumuskan strategi guna mengatasi kesenjangan pendanaan tersebut. Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan, Indonesia membutuhkan sekitar USD 280 miliar untuk aksi iklim hingga 2030, dengan hanya 30% yang dapat dibiayai melalui anggaran negara, sementara sisanya harus diperoleh dari sektor swasta dan sumber lainnya.
“Sebagaimana disampaikan Pak Hashim (Djojohadikusumo) kemarin, pemerintahan baru berkomitmen melanjutkan program pemerintahan sebelumnya. GBFA adalah salah satu komitmen yang diharapkan terus dilanjutkan,” tambah Mari.
Di sisi lain, Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly, menegaskan bahwa PLN sebagai pilar utama sektor kelistrikan di Indonesia telah berkomitmen pada pengelolaan dana investasi hijau. PLN terus menggali pembiayaan hijau dari berbagai lembaga, termasuk publik, bilateral, multilateral, serta sektor swasta.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, PLN merancang berbagai inisiatif pembiayaan hijau, seperti Sustainable Linked Financing Framework (SLFF) dan Green Financing Framework (GFF). Sinthya menjelaskan, PLN menargetkan 75% pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, dengan kebutuhan pendanaan lebih dari USD 100 miliar hingga 2033.
“Pendanaan transisi energi sangat bergantung pada kesiapan proyek yang tepat. Kami telah menyusun ratusan daftar proyek dari sektor pembangkitan, transmisi, hingga distribusi, termasuk pengembangan smart grid,” ujar Sinthya.
Sinthya menambahkan, PLN terus menjajaki berbagai opsi pembiayaan, baik dari pemberi pinjaman internasional maupun sumber daya lokal untuk memastikan kelancaran transisi energi. Saat ini, beberapa mitra keuangan yang mendukung inisiatif PLN antara lain World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Just Energy Transition Partnership (JETP).
“Dalam dua tahun terakhir, kami berhasil mengamankan pendanaan sebesar USD 2,9 miliar, dan saat ini tengah bernegosiasi dengan ADB untuk pembiayaan sebesar USD 4,8 miliar. Selain itu, kami juga berdiskusi dengan beberapa investor lain dengan potensi total pendanaan mencapai USD 46,9 miliar,” tutup Sinthya. (Dex)